welcome

selamat datang di blog RAHAN SINGRAY...

Selasa, 10 Mei 2011

DOSA SOSIAL ORANG KEI

TIGA DOSA SOSIAL MASYARAKAT KEI
(Mata Rantai Yang Tak Terputuskan?)
Oleh: Dion Remetwa*


Masyarakat Kei kini telah memasuki era modernisasi. Sentuhan-sentuhan modernisasi makin terasa, baik di perkotaan maupun di desa-desa terpencil. Masyarakat di desa-desa terpencil dan jauh dari perkotaan seperti Warvuut, Ohoidertom, Yatwav misalnya telah mengantongi dan mengotak-atik telepon-telepon selular. Gaya hidup masyarakat di desa-desa pun turut mendapat sentuhan modernisasi.
Menjadi sebuah kebanggaan bagi kita semua tentunya bahwa masyarakat Kei kini membuka diri terhadap berbagai perubahan yang diharapkan menyentuh pada seluruh dimensi hidup. Di tengah euforia sentuhan modernisasi itu, ada sebuah realitas yang tak bisa disangkal oleh semua masyarakat Kei bahwa mentalitas dan pola pikir mayoritas masyarakat belum banyak mengalami perubahan. Ini merupakan sebuah ironi bagi masyarakat yang tengah melangkah ke arah modernitas yang sesungguhnya.
Sebagian besar masyarakat Kei masih melekat erat dengan mentalitas dan pola pikir primordialnya. Kurangnya perubahan dan perkembangan dalam pola pikir ini melahirkan apa yang saya sebut sebagai tiga dosa sosial masyarakat Kei. Ketiga dosa sosial itu adalah nafngarihin, frudang-hawang, dan mur-mar.

1.      Nafngarihin (sirik, iri hati)
Sikap iri hati berjalan seiring dengan kecemburuan. Sikap cemburu mengandung di dalam dirinya ketidaksenangan, ketidakpuasan, atau ketidakpercayaan akan orang lain yang dianggap sebagai saingan. Di dalam diri orang yang cemburu terdapat perasaan tak mampu menyaingi, melebihi, mendapatkan kemungkinan untuk mengungguli atau menguasai saingannya. Iri hati dan kecemburuan menunjuk pada sikap “harga diri” sebagai penyebabnya. Orang merasa minder, rendah diri, tak berharga, tak bernilai, dilebihi oleh orang lain. Orang tidak mampu melihat dan mengembangkan segala bakat dan potensinya. Orang tak mampu bersaing sehat, tak mampu berkompetisi secara terbuka, orang tak mampu ‘take and give’, orang tidak memiliki kepercayaan diri yang kokoh. Iri hati dan kecemburuan tak teratur menggiring orang pada suatu keinginan besar untuk memiliki minimal sama dengan orang lain. Ia selalu merasa tidak puas dan tidak mensyukuri apa yang telah dikaruniakan kepadanya (Ponomban, 2006).
Nafsu iri hati dan kecemburuan menjadikan kita memusuhi, membenci sesama kita dan bahkan mencari daya upaya untuk membinasakan sesama. Pola pikir yang sempit melahirkan sifat sirik dan iri hati dalam diri orang-orang di kampung ini. Sirik dan iri hati terhadap perkembangan dan kemajuan orang atau keluarga lain. Ini sebuah kenyataan yang tak dapat kita pungkiri. Ketika usaha orang lain berkembang, muncullah sikap iri hati dari anggota masyarakat lain terhadap orang tersebut. Sikap sirik dan iri hati ini akan memuncak pada upaya untuk ”mematahkan” usaha dan perjuangan orang lain. Dengan kata lain, fngarihin berujung pada frud-hawang.

2.      Frudang hawang (sihir, ilmu hitam)
Dalam bahasa Indonesia kita kenal istilah ilmu hitam atau ilmu sihir (Inggris, black magic). Ilmu hitam adalah sebuah kepercayaan tentang praktek sihir yang menggunakan kekuatan-kekuatan jahat (black magic is the belief of practices of magic that draws on assumed malevolent powers). Jenis sihir ini digunakan dengan tujuan untuk membunuh, mencuri, melukai, menyebabkan kemalangan atau kerusakan, atau untuk keuntungan pribadi tanpa memperhatikan konsekuensi yang merugikan orang lain (this type of magic is invoked when wishing to kill, steal, injure, cause misfortune or destruction, or for personal gain without regard to harmful consequences to others). Praktek black magic atau ilmu hitam (frudang – hawang) akhir-akhir kembali menjadi sebuah trend yang menarik dalam masyarakat kita. Dahulu, biasanya orang-orang yang sudah lanjut umur yang banyak mempraktekkan kebiasaan sesat ini. Akhir-akhir ini justru terjadi sebaliknya. Ada gelombang besar anak muda yang mulai belajar ilmu-ilmu sesat dan marak mempraktekkannya. Tentu mereka belajar dari orang yang sudah tua (Guru atau master-nya).
Banyak hal bisa kita uraikan sebagai penyebab dasar orang terlibat atau mempraktekkan ilmu sesat ini, antara lain:
-         Karena rafngarihin (seperti telah saya jelaskan di atas)
-         Karena permintaan orang lain
-         Ada lagi yang mempraktekkannya karena hoby. Tipe semacam ini akan merasa ketagihan untuk melakukan praktek itu terus menerus
Sekadar sebagai sebuah sharing kecil saja. Ketika seorang keponakanku meninggal di rumah kakakku di Langgur, saya dan kedua kakakku (Vin dan Roby) yang mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kedukaan dan pemakamannya. Kakakku yang tertua mengurus peti jenasah. Kakak yang kedua mengurus konsumsi di Langgur dan transportasi para pelayat ke kampung. Sedangkan saya sendiri mengurus mobil jenasah yang kemudian dipakai untuk menghantar jenasah ke kampung.
Apa yang terjadi kemudian? Beberapa oknum tertentu dari kampung yang melihat usaha dan kerja keras kami untuk almarhum justru merasa iri (rafngarihin). Karena rasa iri yang berlebihan, akhirnya mereka kemudian mempraktekkan ilmu hitam dengan sasaran: Kakakku yang tertua dan istrinya, dan seorang kakak sepupuku. Kakak laki-lakiku didorong dan dijatuhkan ke dalam perigi di Kuur. Hasilnya, kaki sebelah kirinya bengkak dan nyaris tak bisa berjalan. Istri kakakku tiba-tiba mengalami luka di ibu jari tangan kirinya. Luka yang tak diketahui berasal dari mana. Sedangkan kakak sepupuku harus dilarikan kembali ke kampung karena lumpuh bagian kiri tubuhnya. Mereka bertiga mengalami sakit hanya di bagian kiri dari tubuh mereka.
Setelah perawatan, barulah diketahui bahwa pelaku sakit hati karena menilai bahwa kami ternyata berhasil mengurus pemakaman dari keponakanku, dan itu berarti kami pasti memiliki uang yang banyak. Sikap iri hati itu menyebabkan pelaku nekat menggunakan black magic untuk mencelakai keluarga saya.
Fenomena ini marak dalam kehidupan masyarakat kita. Tatkala sirik, iri hati, dan dendam menyelimuti hati, maka jalan kejahatan sekalipun ditempuh untuk memuaskan hati. Frudang hawang kemudian menjadi trend dan digandrungi sebagian besar orang sebagai jalan pintas untuk "mematahkan" orang yang dianggap lawan.

3.      Mur-mar
Mur-mar secara sederhana diartikan sebagai kebiasaan suka membicarakan orang lain. Istilah yang paling ngetop di kalangan orang Kei untuk tipe orang semacam ini adalah tukang reseh. Ini merupakan sebuah penyakit sosial yang paling populer di masyarakat kita. Sebuah kebiasaan di mana orang lebih ”suka duduk dan membicarakan orang lain”. Kebiasaan ini rupanya terus dipupuk, sehingga di manapun dua atau lebih orang berkumpul, di sana kebaikan atau kebusukan orang lain pun menjadi topik utama pembicaraan mereka. Seolah-olah mereka hendak menelanjangi orang yang sementara mereka bicarakan.
Efeknya tentu terasa. Pertama, nama baik orang yang dibicarakan telah dicemari oleh cerita beberapa orang itu. Kedua, karena keranjingan untuk membicarakan orang lain, maka timbullah rasa iri dan dengki (fngarihin) terhadap orang yang dibicarakan. Rafngirihin yang berlebihan kemudian mendatangkan niat untuk mencelakai orang itu dengan praktek frud-hawang (black magic).

Inilah mata rantai dosa sosial masyarakat Kei: nafngarihin, frud-hawang, mur-mar. Ketiga dosa sosial ini lahir dari induk yang satu, yaitu terkungkungnya pola pikir masyarakat setempat. Ketiga dosa sosial ini kemudian menciptakan iklim yang tidak kondusif, mengalirkan hawa negatif bagi pertumbuhan ”benih-benih kebaikan” di dalam masyarakat dan semakin memperkukuh hegemoni sikap primordial di tengah arus perubahan dan perkembangan zaman. Kapan ya mata rantai dosa sosial masyarakat Kei ini dapat diputuskan? Mari kita berefleksi lebih jauh tentang realitas ini dan mencari solusinya secara bersama.




_________________
* Penulis tinggal di Langgur. Menjadi tenaga pengajar di SMA Sanata Karya Langgur (Guru PNS, mata pelajaran PAK). Yang bersangkutan juga menjadi dosen mata kuliah agama di STIA Langgur dan Politeknik Perikanan Negeri Tual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar